Pencerahan


Guru Bukan Kuli Ngajar

Oleh : Dr. Budi Ilham Maliki, S.Pd., MM
Entah kenapa, guru sebagai pendidik sudah lupa dengan tugas utamanya mendidik. Apa mereka tidak tahu apa dan bagaimana tugas mendidik? Tapi, rasanya tidak begitu, karena konsep tentang mendidik sudah mereka pelajari sejak memasuki pendidikan guru, ditambah pengetahuan yang diperolehnya selama dalam masa jabatannya.
Apakah karena guru karbitan yang dihasilkan dari pendidikan guru yang instan? Atau karena hasil pengangkatan yang asal-asalan atau karena kedekatan. Atau, karena sudah terbawa arus zaman yang edan. What wrong with guru?
Kalau kita berusaha memahami, masuk akal kalau guru lupa dengan tugas utamanya mendidik karena guru pada umumnya tidak menjadi pembelajar sejati, yang serius dan terus belajar. Mereka pernah belajar tentang keguruan pada saat masa pendidikan karena mengejar kelulusan (ijazah), bukan karena kemandirian dan kecintaannya belajar.
Akibatnya setelah lulus dan menjadi guru mereka tidak belajar lagi tentang keguruannya. Lihat guru-guru, langka sekali yang gemar membaca tentang keilmuan profesionalnya dan melakukan penelitian untuk kepentingan pendidikan. Mereka memang tidak suka belajar sehingga pantas lah kalau mereka lupa dengan tugas mendidiknya karena ilmu keguruan atau kependidikan yang pernah dipelajarinya secara terpaksa itu, sudah lenyap menguap.
Karena mereka belajar dangkal tentang keguruan atau kependidikan, dengan waktu yang sedikit, dan dalam suasana hati yang terpaksa, yang terkurung dalam karakter malas belajar, maka masuk akal pula kalau mereka itu tidak tahu secara mendalam dan mendarah daging tentang mendidik itu. Sehingga praktik mendidik yang dilakukannya pun cetek bahkan misedukasi atau malapraktik pendidikan.
Coba lihat dengan kacamata pedagogis, bagaimana guru-guru selama ini melaksanakan pendidikan di dalam kelas. Mereka tidak mendidik, tetapi hanya sebatas mengajar-menyampaikan materi pelajaran. Mereka tidak membangun karakter, tetapi merusak dan membiarkannya. Mereka tidak mengembangkan potensi peserta didik tetapi mengerdilkan dan bahkan mematikannya.
Guru semacam itu memang tidak terlepas dari peranan lembaga pendidikan guru yang menjadi lembaga pembuatan ijazah guru. Lembaga pendidikan guru sejatinya menghasilkan guru-guru yang berkarakter dan kompeten dengan keilmuannya. Tapi, lembaga pembuatan ijazah guru hanya menghasilkan guru-guru yang bermental kuli mengajar. Lihat guru-guru pada realitas bertugasnya. Mereka hanya kuli mengajar dengan memakai baju prestise keguruan dan berkedok profesional. Selain itu, guru yang bermental kuli mengajar (tidak mendidik) juga tidak terlepas dari sistem rekrutmen guru yang tidak kompetensial-utuh dan tidak jujur.
Guru yang selama ini hanya kuli mengajar, tidak mendidik, telah menghasilkan para peserta didik atau alumni yang kurang ajar dan tidak terdidik. Lihat saja peserta didik sekarang, bagaimana kompetensi dan akhlaknya? Lihat juga kompetensi dan akhlak alumni yang menjadi penganggur, penguasa, atau pejabat? Tidak dijelaskan pun kita sudah paham. Ya, mereka impoten, emosional, apatis, bandel, nakal, frontal, vandalis, anarkis, korup, dan jahat. Bahkan segudang nasional permasalahan hasil pendidikan sebagaimana telah ditumpahkan di depan, pada dasarnya adalah hasil karya cacat guru yang bermental kuli mengajar atau tidak mendidik itu.
Kalau guru tidak terima dengan itu, baguslah berarti guru tidak menginginkan keadaan tersebut. Ini pertanda bahwa nurani keguruan masih hidup dan harus dikobarkan, dijelmakan, dan diaktualisasikan dalam kenyataan yang diharapkan. Jangan padam oleh perubahan zaman. Jangan mati oleh tuntutan materi. Dan jangan pula hilang oleh kedangkalan keilmuan. Guru dan mendidik adalah satu jiwa. Bukanlah guru kalau tidak mendidik. Berikut ini diingatkan kembali siapa guru sebenarnya, apa dan bagaimana mendidik yang harus menjiwa dan menjelma dalam kehidupan praksis pendidikan.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 2). Dengan demikian, jelas guru itu pendidik profesional, berarti pendidik yang ahli, mahir, cakap, dan memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta berpendidikan profesi dan berpenghasilan layak. Tugas utamanya bukan hanya mengajar, tetapi yang lebih terdepan adalah mendidik, kemudian membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Ini berlaku bagi semua guru mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah. Bahkan sampai perguruan tinggi dengan adanya guru besar.
Dengan keterangan itu, maka guru yang hanya kuli mengajar berarti mengkhianati diri sendiri, melanggar konstitusi, mengingkari janji profesi, memalingkan panggilan jiwa, dan dampak luasnya merugikan masyarakat, bangsa, dan negara. Saatnyalah kita menyadari dengan menyesali kebodohan dan kesalahan menjalankan profesi sebagai guru selama ini, dengan kembali melaksanakan tugas yang hakiki yakni utamanya mendidik, dan dengan tidak kembali lagi pada kebodohan serta kesalahan yang sama.
Untuk melaksanakan tugas mendidik, berarti guru harus berusaha secara sadar dan terencana guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Selain itu, dalam aspek pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (mengacu pada pasal 1 ayat 1 UU No. 20/2003 ).

Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas mendidik, guru harus mampu melaksanakan proses pembelajaran yang mendidik. Yakni proses pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Teladan
Sehubungan dengan masalah di atas, maka sudah saatnya guru yang tidak menjadi teladan bagi peserta didiknya menyadari bahwa kebermaknaan dirinya sebagai guru itu bergantung pada keteladanannya. Keberartian dan keberhasilan usaha pendidikan itu juga bergantung pada keteladanannya.
Oleh karena itu, hendaklah guru menjadi teladan atau memberi suri teladan bagi peserta didiknya maupun masyarakatnya dengan berusaha melakukan hal-hal antara lain sebagai berikut. 1). Menyadari bahwa guru adalah profesi keteladanan karena guru adalah penyampai, penebar, penyebar, pembentuk, pengembang, dan penegak segala kebaikan. 2). Mencintai profesi sebagai guru sehingga tugas dan tantangan berat akan terasa ringan dan nikmat menjalankannya. 3). Membiasakan senantiasa melakukan kebaikan sekecil apapun dengan ikhlas dan tidak berharap pujian atau pun pandangan apapun dari orang.
4). Senantiasa berusaha mengendalikan diri dan sadar diri bahwa dirinya adalah guru yang menjadi pusat perhatian moral dari semau orang, terutama peserta didiknya. 5). Memiliki semangat memberi suri teladan kepada siapapun terutama kepada peserta didiknya sebagai dakwah amal yang berpotensi pahala amal jariah yang tak terputus sampai mati sekali pun. 6). Berusaha menyampaikan kebaikan dengan melakukannya dan jangan menyampaikan kebaikan yang tidak dilakukannya. 7). Mempelajari ilmu agama dengan baik dan mengamalkannya, terutama yang berkenaan dengan akhlak.
Terakhir, perlu menjadi perhatian yang serius bagi guru bahwa untuk melancarkan dan mengefektifkan pelaksanaan tugas mendidik, guru wajib memiliki kompetensi ilmu mendidik atau kompetensi pedagogik. Beberapa kompetensi pedagogik itu yakni (1) menguasai karakteristik peserta didik, (2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mendidik, (4) mengembangkan potensi peserta didik, dan (5) komunikasi dengan peserta didik. Semoga dimasa mendatang nyanyian Guru Umar Bakri tidak menjadi Guru Pengusaha Bakri. (Penulis adalah Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Bina Bangsa)*

Komentar

Postingan Populer