Sudut Pandang

Teropong Wajah Pendidikan

Oleh: Dr. Budi Ilham Maliki. S.Pd., MM
Ada kekhawatiran yang amat menakutkan dengan segudang permasalahan pendidikan di negeri ini. Yakni terperangkapnya ke dalam masalah yang kejam, dimana permasalahan pendidikan sudah nyaris tidak bisa dipecahkan karena saking kompleks, sistemik, dan tidak disadarinya sebagai masalah oleh pihak-pihak yang berkepentingan dari waktu ke waktu.
Saat kondisinya demikian, maka bangsa ini sebenarnya sedang menuju pada kehancuran. Kondisi yang dikehendaki oleh pihak yang tidak ingin bangsa ini maju, besar, dan meraksasa di tengah dunia, karena saking kayanya dengan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alamnya (SDA).
Sepertinya keadaannya saat ini sudah terjadi. Banyak pihak tidak menyadari banyaknya masalah pendidikan yang dihadapi sebagai masalah, dan membiarkan masalah itu bergulung dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, bagaikan bola salju yang menggelinding semakin besar, sehingga tanpa disadari menggulung diri menjadi tak berdaya, bahkan meremukkan sendi-sendi kehidupan secara keseluruhan.
Bisa juga bagaikan seekor ular piton besar yang menggulung atau melilit seseorang hingga meremukkan tulang-tulangnya. Ya, rasanya kita sudah berada dalam masalah kejam pendidikan sehingga krusial dan nyaris tak bisa dipecahkan.
Masalah kejam itu bisa mematikan jiwa bangsa ini apabila pelaksanaan atau praksis pendidikan dibiarkan terus keluar dari ruhnya, keluar dari arti/makna, fungsi, tujuan, proses, landasan, asas, dan prinsipnya yang hakiki, dan menetap kuat dalam penjara bingkai pemikiran yang destruktif. Oleh karena itu, sebelum bangsa ini benar-benar lumpuh tak berdaya mengurus diri sendiri dan tak kuasa berdaya saing dengan bangsa-bangsa lain, bahkan mati kutu dalam kemajuan peradaban dunia.
Saatnya lah bangsa ini menyatukan kesadaran dan kekuatan untuk berontak melawan kuatnya lilitan masalah kejam pendidikan tersebut dengan berusaha keras dan cerdas, jujur dengan kesalahan/kelemahan dan berani menegakkan kebenaran, mengembalikan segenap pelaksanaan pendidikan ke ruhnya yang hakiki.
Hentikan kekonyolan pendidikan, yakni pelaksanaan pendidikan yang meremehkan, menyepelekan, mempermainkan, menyesatkan, membusukkan, dan bahkan mematikan jiwa insan-insan bangsa. Hidupkanlah ruh pendidikan.
Hentikan ketidakwarasan, kegilaan, dan kebodohan dalam pelaksanaan pendidikan. Laksanakan pendidikan yang hakiki/sejati dengan sadar, serius, profesional, bermutu, dan berdaya saing. Dan jadikan pendidikan di negeri ini sebagai poros kekuatan, kemajuan, kesejahteraan, dan kejayaan bangsa.
Karena memiliki fungsi mendasar untuk mencapai tujuan institusional dan sekaligus dalam rangka mencapai tujuan nasional, maka harus kita akui bahwa proses pembelajaran merupakan ujung tombak dari semua upaya pendidikan secara keseluruhan. Melalui proses pembelajaranlah tujuan sekolah dapat dicapai, dan melalui proses pembelajaran juga pada hakikatnya tujuan pendidikan nasional juga dapat dicapai.
Bahkan, tujuan-tujuan dari pengadaan dan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, sistem, prosedur, metode, manajemen, dan kerja sama, semua itu mengarah pada kepentingan proses pembelajaran.
Namun sayang, ujung tombak itu sampai saat ini dalam kenyataannya masih tumpul dan tidak bertenaga untuk mengenai sosok manusia yang digambarkan dalam tujuan institusional maupun nasional. Masalahnya, tidak diasah dengan pedagogi yang tepat dan profesionalitas yang kuat oleh pemegangnya karena rendahnya kompetensi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Baswedan (Mendikbud waktu itu) bahwa nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia, hanya 44,5 (rendah), padahal nilai standar kompetensi guru adalah 75.
Pentingnya proses pembelajaran karena sebagai inti dari proses pendidikan. Proses pembelajaran pada esensinya adalah proses pendidikan. Melalui proses pembelajaranlah sesungguhnya proses pendidikan itu dilaksanakan. Dengan demikian, betapa pentingnya proses pembelajaran dalam pendidikan, sehingga kualitas dari hasil proses pembelajaran akan mencerminkan kualitas hasil pendidikan. Tetapi, perlu disesali, dalam penampakannya hasil proses pembelajaran kita buruk sehingga mencerminkan kualitas hasil pendidikan yang buruk pula.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan bahwa menurut The Learning Curve, kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 40 dari 40 negara. Pendidikan Indonesia masuk pada peringkat ke 64 dari 65 negara yang dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment (PISA) pada tahun 2012. Dan tren kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan.
Proses pembelajaran di sekolah hendaknya dilaksanakan dengan memperhatikan keharusan (1) proses pembelajaran dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang matang, tidak boleh dilaksanakan secara spontan tanpa persiapan atau perencanaan, dan tidak boleh dilaksanakan secara asal-asalan atau semaunya; (2) proses pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang berlaku, bukan kurikulum selera ‘aku’; (3) proses pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada standar proses pendidikan yang telah ditetapkan,bukan pada standar semaunya guru; dan (4) proses pembelajaran dilaksanakan oleh guru secara ilmiah, bukan alamiah; profesional, bukan amatir; dan bermutu, bukan bermasalah.
Sementara itu, menurut Rahman (dalam Arief, 2007:6), kelemahan proses pendidikan kita paling tidak karena (1) titik berat pendidikan pada aspek kognitif, (2) pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif, dan inovatif; (3) pendidikan yang bergeser (tereduksi) ke pengajaran, (4) kurangnya pembinaan minat belajar peserta didik, (5) kultur mengejar gelar/ijazah (mengabaikan proses), (6) praktik dan teori tidak berimbang, (7) tidak melibatkan semua stakeholders dan (8) guru tidak benar-benar ilmiah dan profesional.
Berbagai kelemahan tersebut tentu menjegal pencapaian pendidikan nasional yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, meskipun terlambat Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 2005 telah menetapkan delapan Standar Nasional Pendidikan, yang salah satunya adalah Standar Proses Pendidikan.
Namun sayang, standar itu sampai saat ini masih tergeletak kaku dalam lipatan kertas, tidak diungkap, dikaji, disosialisasikan, dikembangkan, dan dilaksanakan secara optimal dan nasional, sehingga proses dan hasil pendidikan/pembelajaran di sekolah-sekolah kita pada umumnya masih bermasalah, yakni prosesnya tidak standar sehingga menghasilkan mutu secara nasional yang rendah. Saatnyalah sebagai tenaga profesional, guru meninggalkan kekonyolan melaksanakan proses pembelajaran yang semaunya itu dengan memahami, mencamkan, dan melaksanakan proses pembelajaran berdasarkan pada standar proses pendidikan. (Penulis adalah Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Bina Bangsa)*

Komentar

Postingan Populer